Minggu, 23 Januari 2011

Filsafat Modern

Topik pembahasan aliran-aliran filsafat modern, sudah tidak lagi terfokus pada keberadaan kosmos dan Tuhan semata, melainkan sudah mulai fokus untuk mengkaji manusia. Periode ini disebut dengan zaman pencerahan atau renaissance yang ditandai dengan kemenangan akal budi atas hukum-hukum dogmatis agama.
Para pemikir modern mulai bersikukuh bahwa ilmu dan pengetahuan didapat dari manusia itu sendiri, bukannya dari kitab suci atau ajaran agama. Namun demikian, secara epistemologis terdapat perbedaan pendapat. 
Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan berasal dari pemikiran akal (rasio). Sedangkan aliran empirisme, memercayai bahwa sumber pengetahuan itu didapat dari pelbagai pengalaman. Selanjutnya muncul aliran kritisisme, yang mencoba mendamaikan perselisihan kedua pendekatan epistemologis tersebut.
Rasionalisme
Aliran ini dipelopori oleh Rene Descartes (1596 – 1650). Dia menegaskan bahwa dasar kokoh dari suatu pengetahuan adalah metode. Metode Descartes ini agak unik, dia berangkat dari menegasikan kebenaran suatu pengetahuan. Dia menyangsikan kebenaran suatu pengetahuan, dan dengan kesangsian itulah dia menguji kesahihan suatu pengetahuan. Apabila suatu pengetahuan bisa tahan terhadap uji sangsi ini, maka kebenaran pengetahuan itu boleh dibilang sahih.
Metode Descartes ini terbalik dengan yang lazim belaku hingga saat ini, di mana untuk memeriksa kebenaran pengetahuan pada saat ini dilakukan dengan uji sahih, bukan uji sangsi. Descartes bersikukuh dengan metodenya itu, sebab menurutnya, mencari kekurangan dari suatu pengetahuan lebih penting daripada mencari kelebihannya. Karena ini akan sangat berpengaruh pada bagaimana kebenaran pengetahuan itu nantinya ketika dioperasikan.
Dengan menyangsikan sesuatu, maka seseorang akan menyadari bahwa dirinya sedang berpikir. Adanya kesadaran berpikir itulah basis pembangun eksistensinya.
Cogito ergo sum, aku berpikir maka aku ada. Pikiran dan berpikir adalah tema sentral filsafat Descartes, karena hanya dengan itulah seseorang bisa mengerti suatu kebenaran pengetahuan secara jelas dan terpilah, clara et distincta.
Descartes memercayai ada tiga realitas sebagai substansi bawaan, yang  ada sejak manusia lahir. Ketiga realitas itu adalah; realitas pikiran (res cogitan), realitas perluasan materi (res extensa), dan realitas Tuhan.
Empirisme
Salah seorang pelopornya adalah David Hume (1711 – 1776). Hume berpendapat bahwa pengalaman itu adalah sumber pengetahuan yang didapat dari sifat lahiriah dan batiniah manusia. Oleh karena itu, Hume bersikukuh bahwa pengenalan inderawi akan menghasilkan pengenalan yang jelas dan sempurna.
Filsafat Hume mencermati dua hal, yaitu substandi dan kausalitas. Menurutnya, substansi hanya berisi kesan-kesan tentang beberapa ciri yang selalu ada pada sesuatu secara bersamaan. Karena  hanya dianggap sebagai kesan, maka Hume tidak sepenuhnya bisa menerima substansi.
Menurutnya, kesan adalah pangkal tolak dari suatu gagasan, adanya hubungan kausalitas antara kesan dan gagasan inilah yang menurut Hume juga menjadi hal penting untuk dicermati. Namun demikian, dia juga menolak aspek kausalitas ini sebagai kebenaran empiris. Sebab kausalitas hanya membicarakan kebiasaan yang sebenarnya sudah kita harapkan. Misalnya, kita merebus air untuk membuatnya panas.
Hume hanya percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia didapat dari pencerapan indra. Di mana terdapat batasan-batasan  tegas yang menerangkan tentang bagaimana kesimpulan itu bisa didapat dengan persepsi indra.
Kritisisme
Imanuel Kant (1724 – 1804) mencoba mencari sintesa dari pertentangan dua aliran filsafat ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing aliran memiliki nilai kebenaran dan kesalahan separuh. Bagi Kant, kenyataan bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indra kita adalah sesuatu hal yang benar. Namun demikian, kita tidak bisa mengabaikan aspek akal pikiran yang jadi faktor penentu tentang bagaimana cara kita memandang dunia sekitar kita.
Terdapat kondisi-kondisi tertentu yang ikut menentukan konsepsi kita terhadap dunia. Pertama, kondisi lahiriah dunia dan kedua kondisi batiniah manusia. Kondisi lahiriah dunia yang menyangkut persoalan ruang dan waktu hanya dapat kita tangkap melalui indra kita. Sedangkan proses-proses perubahan dunia yang menjelaskan bahwa hukum kausalitas sedang berlaku, hanya dapat dipahami oleh aspek batiniah manusia.
Kritikan Kant terhadap pemikiran rasionalisme dan empirisme ini, adalah upaya untuk membuat sintesis yang selanjutnya diletakkan sebagai dasar bagi perkembangan aliran filsafat masa kini.

0 komentar:

Posting Komentar

 

E-Dakwahnet Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger